Rencana Reaktivasi Jalur Trem di Kota Semarang, Berikut Jejaknya yang Harus Diingat


Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, berencana akan mereaktivasi jalur trem di Kota Semarang. Wakil Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi bahkan sudah melakukan komunikasi dengan Kerajaan Belanda untuk mendatangkan trem ke ibu kota Jawa Tengah dalam bentuk hibah. 

Pengajuan proposal sudah dikirimkan melalui Duta Besar Indonesia untuk Belanda.

"Pemerintah Kota Semarang mengucapkan terima kasih atas bantuan fasilitasi yang diberikan sehingga bisa terhubung dengan Kerajaan Belanda untuk bisa merealisasikan project tersebut," kata dia seperti dikutip, Selasa (8/6/2021).

Hendrar mengungkapkan Pemkot Semarang menargetkan proyek ini bisa rampung dalam 2 hingga 3 tahun ke depan setelah kajian reaktivasi trem di Kota Semarang rampung. Menurut dia, trem merupakan moda transportasi massal yang bisa diandalkan di masa depan untuk Kota Semarang.

Baca Artikel: Mengenang Trem Batavia yang Pernah Berjaya (Bagian 1)

Pegawai SJS tahun 1916/Dok: KITLV

Sementara itu, rute trem yang menjadi prioritas nantinya akan melewati jalur ring route dari Stasiun Tawang - Jalan Ronggowarsito - Jalan Agus Salim - Pasar Johar - Jalan Pemuda - Lawang Sewu - Jalan Imam Bonjol kemudian kembali ke Stasiun Tawang, dengan jarak total 12,8 km.

Hanya saja, dia belum memperhitungkan kembali kemampuan anggaran untuk jarak sejauh itu. Hendrar juga menawarkan rute pendek jalur trem di Kota Semarang sebagai alternatif seperti Kota Lama - Lawang Sewu sebagai pilot project sekaligus meningkatkan potensi wisata heritage

"Saya berharap, kajian dapat lekas diselesaikan, sehingga dalam 2-3 tahun mendatang warga Kota Semarang dapat merasakan manfaatnya," jelasnya.  

Baca Artikel: Mengenang Trem Batavia yang Pernah Berjaya (Bagian 2)


Sebuah trem melintas di samping Gedung Lawang Sewu/Dok: KITLV


Jejak Jalur Trem di Kota Semarang

Kota Semarang memang selalu mengesankan apabila dilihat dari aspek historis. Bukan hanya karena banyaknya peninggalan bangunan cagar budaya di kota ini, namun juga jejak perkembangan transportasi pada masa lalu. 

Sebagai salah satu kota pelabuhan besar di pantai utara Jawa, Semarang sejak abad 19 mengalami perkembangan pesat pada bidang transportasi. Pelabuhan Tanjung Mas diperbesar, pembuatan kanal-kanal baru penunjang pelabuhan, hingga berkembangnya jaringan transportasi darat. 

Dalam aspek jaringan transportasi darat, Semarang juga terkenal karena dilewati oleh rute legendaris Jalan Pos Anyer-Panarukan dan jaringan kereta api antarwilayah di Pulau Jawa milik Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), perusahaan kereta api pertama di Hindia-Belanda.

Hal itu tentu saja membuat Semarang menjadi kota yang sangat mudah untuk diakses baik lewat darat maupun jalur laut. Di samping itu Semarang juga memiliki jaringan transportasi dalam kota yang modern sekelas kota-kota besar di Eropa. Ya, moda transportasi tersebut adalah trem.

Baca Artikel: Mengenang Trem Batavia yang Pernah Berjaya (Bagian 3)

Trem adalah kereta khusus untuk jaringan transportasi dalam kota. Biasanya trem hanya terdiri atas satu atau dua rangkaian gerbong saja. Trem merupakan moda transportasi yang menggunakan tenaga uap dan tenaga listrik. Namun yang beroperasi di Semarang merupakan trem dengan tenaga uap (stoomtram).

Trem melintas di Jalan Bodjong (Pemuda) Tahun 1911/Dok: KITLV

Kedengarannya cukup mengesankan, mengingat pada awal abad ke-20 hanya kota-kota besar di Pulau Jawa saja yang memiliki trem di Hindia-Belanda, salah satunya adalah Kota Semarang. Trem seakan membuat citra Semarang menjadi benar-benar terlihat sangat Eropa.

Wijanarka dalam bukunya berjudul Semarang Tempo Dulu: Teori Desain Kawasan Bersejarah (2007) menjelaskan bahwa citra Semarang sebagai sebuah kota bergaya Eropa bisa dilihat dari bentuk bangunan, stasiun, jalan raya, jembatan dan berbagai fasilitas umum yang dibangun oleh pemerintah kolonial. Terutama pada kawasan bagian utara kota yang dulu terkenal dengan julukan Little Nederland tersebut. Kawasan ini sekarang dikenal dengan nama Kota Lama.

Buku klasik berjudul Gedenkboek der Samarang-Joana Stoomtram-Maatschappij (1907) menjelaskan pembukaan jaringan trem di Kota Semarang dilakukan setelah jaringan kereta api berkembang menghubungkan Kota Semarang dengan beberapa kota lain misalnya Cirebon, Vorstenlanden (Solo dan Yogyakarta), dan menuju arah timur seperti Juwana (Pati).

Jalur kereta api menuju Juwana atau Pati yang konsesinya dipegang oleh Samarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) juga diberi konsesi untuk membuka jalur trem dalam Kota Semarang. Jalur tram pertama yang dibangun di Kota Semarang adalah jalur dari Stasiun Jurnatan hingga Halte Jomblang yang dibuka pada tanggal 1 Desember 1881. 

Stasiun induk dari trem di Kota Semarang berada di Stasiun Jurnatan yang berada di sekitar wilayah Purwodinatan (Semarang Tengah). Stasiun Jurnatan didirikan oleh SJS sebagai stasiun pusat. Seiring dengan pesatnya layanan kereta api yang dilakukan oleh SJS, maka pada tahun 1913 Stasiun Jurnatan yang mulanya hanya berupa bangunan kayu direnovasi total menjadi bangunan yang berkerangka besi. 

Baca Artikel: Mengenang Trem Batavia yang Pernah Berjaya (Bagian 4)

Stasiun Sentral Jurnatan tahun 1927/Dok: KITLV

Seperti yang dilansir dalam tulisan Pratiwo berjudul The City Planning of Semarang 1900-1970 (2005), jalur trem dibangun dengan dua rute. Rute pertama menghubungkan Stasiun Jurnatan menuju selatan yaitu daerah Jomblang yang melewati daerah Turi dan Bangkong.

Sedangkan rute kedua menghubungkan Stasiun Jurnatan menuju wilayah barat Semarang yaitu sekitar daerah Banjir Kanal Barat. Rute kedua ini melewati beberapa daerah penting di Semarang seperti alun-alun, Jalan Bojong (Jalan Pemuda), dan kantor pusat NISM atau yang terkenal dengan sebutan Gedung Lawang Sewu.

Project reaktivasi jalur trem di Kota Semarang/Dok: Pemkot Semarang

Berkembang dan Bertahan

Trem di Semarang berkembang dengan signifikan dan menjadi moda transportasi yang cukup diminati. Transportasi ini dianggap lebih efisien dan efektif dibanding moda transportasi tradisional macam delman dan sado yang masih bisa dijumpai di beberapa sudut kota. 

Walaupun tidak berdampak terlalu parah, namun trem membuat pengelola moda transportasi tradisional tersebut semakin terpinggirkan. Ongkos trem juga dinilai cukup irit untuk kantong masyarakat Semarang termasuk Bumiputera. 

Menurut Liem Thian Joe dalam bukunya Riwayat Semarang (1931), ongkos naik trem hanya sekitar 8-10 sen. Angka ini jelas tidak bakal membuat kantong cekak, sehingga moda transportasi ini cukup populer. Apalagi trem Semarang dibangun melewati rute-rute penting seperti alun-alun, pasar, dan gedung-gedung perkantoran -- tempat-tempat tersebut merupakan destinasi utama di Semarang.

Dipo Lokomotif SJS tahun 1916/Dok: KITLV

Pada 1940 pengoperasian trem sebagai moda transportasi dihentikan. Pemerintah Kolonial menganggap jalur trem yang dibangun tidak sesuai dengan konsep tata ruang kota. 

Di samping itu rencana untuk mengubah trem uap menjadi trem listrik dianggap akan memakan banyak biaya. Pilihan pada moda transportasi seperti mobil dan bus menjadi faktor lain mengapa kemudian trem menjadi sepi peminat kemudian ditutup.

Trem melintas di Kali Semarang tahun 1916/Dok: KITLV

Penutupan rute trem di dalam kota Semarang tidak berimbas pada jalur trem Semarang-Juwana, mengingat keduanya masih di bawah perusahaan yang sama; jalur tersebut tetap beroperasi hingga pasca-kemerdekaan Indonesia.

Walaupun hanya bertahan dalam tempo sekitar 70 tahun, keberadaan trem di Kota Semarang menjadi tanda bahwa begitu pesatnya modernisasi di kota ini pada awal abad ke-20. Namun sayang jejak trem Kota Semarang ini sudah sangat sulit dijumpai oleh masyarakat pada masa kini. Bekas-bekas jalur trem sudah hilang ditelan aspal-aspal pada rute yang dilalui.

Lebih tragis lagi, Stasiun Jurnatan yang menjadi stasiun induk sudah berhenti beroperasi sejak 1970-an; pada saat yang sama satu per satu jalur yang menjadi bagian dari rute trem dan kereta api Semarang-Juwana mulai ditutup pemerintah. Stasiun yang kalah dengan zaman ini kemudian digusur dan di atas puing-puingnya dibangun kompleks pertokoan.

Baca Artikel: Mengenang Trem Batavia yang Pernah Berjaya (Bagian 5)

Trem melintas di Halte Jomblang tahun 1900/Dok: KITLV

Stasiun tersebut bahkan tidak dianggap sebagai bagian dari sejarah perkeretaapian di Indonesia; dalam buku terbitan PT KAI berjudul Jarak Antarstasiun dan Perhentian, nama Stasiun Jurnatan tidak ditemukan. 

Bagaimana nasib lokomotif dari trem SJS sendiri? Lokomotif tersebut akhirnya dikirim ke Surabaya, salah satu lokomotifnya menjadi sebuah tugu persis di depan Stasiun Pasar Turi. Itulah akhir dari kisah trem di Kota Semarang.


Wiji Nurhayat

Wiji Nurhayat - Blogger yang menyukai perkembangan perkeretaapian di Indonesia, maniak trading & investasi, serta badminton lover.

Posting Komentar

Thanks for reading! Suka dengan artikel ini? Please link back artikel ini dengan sharing buttons di atas. Thank you.

Lebih baru Lebih lama