Mengenang Trem Batavia yang Pernah Berjaya (Bagian 5)


Dalam artikel Trem Batavia bagian kelima ini, kita akan menelusuri awal dari jejak punahnya trem dari Batavia. Perusahaan terakhir yang mengoperasikan trem Batavia yaitu Bataviasche Verkeersmaatschappij (BVM) yang menderita kerugian cukup besar. 

Penyebabnya karena bisnis layanan bus yang tidak menguntungkan. Tidak hanya itu, beberapa jalur trem juga ditutup karena sepi penumpang. BVM pun masuk masa krisis.

Di saat krisis yang menimpa BVM, perusahaan tersebut masih bisa berekspansi dengan membangun jalur baru. Lalu, BVM juga berhasil mengelektrifikasi jalur trem uap di Meester Cornelis meskipun prosesnya sangat berat.

Namun, Perang Dunia II yang dimulai dari kurun waktu 1939 membuat konstelasi politik berubah cepat. Apalagi saat Jepang berhasil menguasai Pasifik dan masuk ke Batavia. Lantas, bagaimana nasib trem Batavia? Berikut ini cerita lengkapnya.

Baca Artikel: Mengenang Trem Batavia yang Pernah Berjaya (Bagian 4)


Operasional Trem di Tangan BVM (1929-1930)

NITM dan BETM akhirnya bergabung. Negosiasi untuk merger memang sudah dimulai pada tahun 1928. Kedua perusahaan tersebut akhirnya sepakat mendirikan perusahaan baru bernama Bataviasche Verkeersmaatschappij (BVM) di tahun 1930. 
"Negosiasi merger berhasil. Kedua perusahaan meminta persetujuan dari pemegang saham dan pemegang obligasi mereka untuk merger dan pembuatan Bataviasche Verkeers-Maatschappij (B.V.)," bunyi surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 14 Agustus 1929 (Halaman 6).
Merger antara kedua perusahaan ternyata tidak berjalan mulus. Prosesnya berliku dan panjang. Misalnya Kotamadya Meester Cornelis atau sekarang Jatinegara, di mana ujung selatan jalur trem uap, ternyata keberatan. Sebenarnya, mereka setuju saja proses merger kedua perusahaan tersebut asalkan mendapat 1 jabatan komisaris di BVM.
"Salah satu dari tiga kursi komisaris yang ditugaskan ke Batavia di dewan BVM, harus diserahkan,” demikian bunyi surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 5 April 1930 (Halaman 2). Dewan Kota Meester Cornelis pun akhirnya mendukung keberatan Walikota Meester Cornelis.

"Ada kecenderungan tertentu di Meester untuk menentang semua yang diinginkan di Batavia," tulis Amsterdam Algemeen Handelsblad pada tanggal 19 Juni 1930.


Baca Artikel: Mengenang Trem Batavia yang Pernah Berjaya (Bagian 3)



BVM: Awal yang Tak Berjalan Mulus (1930-1931)

Koran-koran pada tanggal 1 Agustus 1930 melaporkan bahwa BVM didirikan sehari sebelumnya. Sementara itu, jaringan trem Batavia oleh BVM masih sama seperti pada zaman NITM dan BETM yaitu terdapat 5 jalur trem listrik dan 2 jalur trem uap. Merger antara NITM dan BETM pun ternyata tidak membawa solusi untuk masalah trem. Justru yang terjadi adalah BVM semakin fokus pada pengembangan jalur bus. 

Pada awal 1931, Kotamadya Batavia memberlakukan peraturan baru layanan bus. Aturan ini ternyata memberi hak monopoli pengembangan layanan bus kepada BVM. Sejak saat itu, BVM diberikan hak istimewa untuk izin baru. 

Imbas dari aturan ini adalah beberapa perusahaan bus dengan total armada sebanyak 85 unit tiba-tiba kehilangan haknya. Bahkan, perusahaan bus, Cina NIAO (Perusahaan Bus Belanda-India) bangkrut. BVM kemudian mengambil alih dengan membeli bus-bus dengan kondisi laik dan harganya murah. 

Hal ini ditulis Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 3 Februari 1931 (Halaman 5). Kritikan media pun dilontarkan kepada BVM. Misalnya pada tanggal 7 April 1931, Het nieuws (Halaman 5) menulis headline, "Teror BVM: Ketidakamanan, Ketidaktahuan, dan Tanpa Hati". 



Ekspansi BVM (1932-1934)

Kinerja BVM untuk pengembangan trem Batavia baru terlihat di tahun 1932. Salah satunya adalah membangun rute baru yaitu di Sawah Besar dan Krekot (koneksi timur-barat tambahan antara kanal Molenvliet dan Goenoeng Sahari), termasuk pembangunan jembatan baru. Jalur ini sebenarnya sudah diajukan oleh BETM sejak tahun 1901. Pada perkembangannya, jalur tersebut akhirnya dibuka pada 11 April 1933. Sementara itu, elektrifikasi jalur trem uap di tahun 1932 ternyata tidak berjalan lancar. Masalah utamanya adalah tidak ada kesepakatan dengan Kotamadya Meester Cornelis.  

Pada November 1932, BVM justru menghentikan jalur yang dinilai tidak menguntungkan. Misalnya dari Koningsplein via Willemslaan dan Waterlooplein ke Vrijmetselaarsweg. Operasional trem Batavia di jalur tersebut sepi penumpang. Hanya mampu mengangkut kurang dari 200 penumpang per hari.




"Ini menunjukkan bahwa jalur tidak perlu dipertahankan dari sudut pandang kebutuhan transportasi," tulis Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 21 November 1931 (Halaman 5).

Keinginan BVM untuk mengelektrifikasi jalur trem uap yang melintas Meester Cornelis begitu kuat. Bagian pertama dari proyek elektrifikasi ini selesai pada awal April 1933. Jalur antara Harmonie dan kota bawah Batavia kini bisa dilewati trem listrik. Setelah proyek ini selesai, kemudian pada Oktober 1933, BVM kembali menyelesaikan proyek elektrifikasi trem pada jalur Harmonie dan Kramat. 


Baca Artikel: Mengenang Trem Batavia yang Pernah Berjaya (Bagian 2)

Kramat merupakan perbatasan lintas jalur trem listrik dan uap. Proyek elektrifikasi dari Kramat menuju Meester agak sedikit tersendat. Namun akhirnya proyek ini bisa selesai pada Februari 1934. Dengan demikian, keberadaan trem uap di Batavia harus berakhir. 

"Sekarang, waktu tempuh perjalanan dari Batavia menuju Meester Cornelis sepanjang 14 km jauh lebih cepat 47 menit karena terhubung dengan trem listrik," tulis Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 17 Juli 1934 (Halaman 6).

Lalu, ada beberapa perubahan lain yang telah dilakukan BVM di beberapa jaringan. Misalnya, jalur 3 yang diperpanjang dari jembatan di atas Molenvliet ke utara menuju Asemka, dan jalur kembali diperpanjang hingga ke Djembatan Lima (Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 12 April 1933, Hal 5). Jalur 2 juga diperpanjang, dari Harmonie ke kota bawah (Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 13 Januari 1934, Hal 4). Dengan ini, jaringan trem Batavia memiliki 5 jalur dengan panjang total sekitar 41 km di Februari 1934.

Awal Krisis BVM (1933-1935)

Awal krisis BVM dimulai setelah laporan tahunan perusahaan di tahun 1933 menunjukkan kerugian hingga 19.458,30 Gulden (Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 13 Januari 1934, Hal 4). Kerugian didapat salah satunya dari operasional layanan bus mereka dengan jumlah kerugiannya mencapai 10.500 Gulden. 

Pada Oktober 1933, BVM sudah meminta pemerintah kota untuk mengizinkan mereka menghentikan bus mereka(Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 10 Oktober 1934, Hal 3). Pada Februari 1934, situasinya menjadi sangat mengerikan. 

Sebanyak 4 bus BVM masih beroperasi dan jumlah penumpangnya hanya 9 orang. Itu pun penumpang yang sudah berlangganan bus (Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 17 Februari 1934, Hal 3). Oleh karena itu, pemerintah kota setuju agar BVM menghentikan layanan bus mulai 1 Maret 1934.

Tidak hanya layanan bus yang diberhentikan, salah satu jalur trem listrik juga dihapuskan pada tahun tersebut. Layanan trem listrik pada jalur 5 antara Batavia dan Pintoe Besi melalui Jacatraweg, hampir tidak digunakan dan dihentikan pada 10 November 1934.

Pada tahun 1935, situasi keuangan BVM semakin buruk. Ada beberapa alasan seperti peningkatan populasi mobil pribadi, taksi roda tiga, dan bus. Selain itu, semakin banyak orang yang memiliki sepeda. Dari sudut pandang ekonomi, peningkatan pengangguran dan menurunnya kesejahteraan masyarakat Batavia akibat krisis global pada tahun 1930-an. Seorang anggota dewan kota dari Inland Group mendesak pemerintah kota untuk tidak membiarkan BVM jatuh: 

"Menghentikan trem berarti bencana bagi penduduk asli. Rencana penyelamatan tampaknya segera membuahkan hasil, karena pada 11 November, BVM menyebut reorganisasi dan itu memuaskan," tulis beberapa sumber pemberitaan. 



Akhir Zaman Kolonial (1936-1942)

Setelah reorganisasi yang dilakukan BVM membuat perusahaan jadi lebih tenang. Imbasnya ternyata positif seperti jumlah penumpang meningkat tajam  di tahun 1937. Bahkan jumlah penumpang trem yang diangkut pada tahun tersebut sebanyak 7 juta orang (Bataviaasch Nieuwsblad tertanggal 28 Mei 1938, Hal 2). 

BVM pun berencana untuk membangun jalur ganda trem Batavia pada rute-rute gemuk. Misalnya di jalur 4 yang merupakan bagian dari Tanah Abang ke Harmonie (dan lebih jauh ke kota bawah). Namun masalah utama sekarang adalah utang yang menumpuk dan belum dilunasi. Pada tahun 1939, BVM harus mengajukan moratorium pembayaran utang (The News, 26 Mei 1939, Hal 7). 




Pada tahun 1940, BVM berencana membuka kembali trem Batavia bagian dari jalur 5 yang sebelumnya sudah ditinggalkan di sepanjang Goenoeng Sahari. Alasannya karena pemerintah kota membangun kawasan industri di kawasan tersebut. 

Pembangunan pun benar-benar dimulai pada 26 Agustus. Namun tidak jelas kapan rute ini akan dibuka. Sementara itu, moratorium pembayaran utang BVM kembali diperpanjang pada November 1940 selama satu setengah tahun. Alasan paling penting saat itu adalah karena terjadi Perang Dunia II di Belanda.  

Konstelasi politik saat itu ikut berpengaruh terhadap denyut nadi operasional BVM. Pada Juli 1941, BVM kembali mendirikan layanan bus. Namun, pada tahun 1942, kondisi Hindia Belanda tidak lagi aman karena berhasil ditaklukan Jepang. 
"Radio Tokyo mengumumkan bahwa Jepang menyatakan perang terhadap Hindia Belanda pada 11 Januari," tulis Bataviaasch Nieuwsblad.


Wiji Nurhayat

Wiji Nurhayat - Blogger yang menyukai perkembangan perkeretaapian di Indonesia, maniak trading & investasi, serta badminton lover.

Posting Komentar

Thanks for reading! Suka dengan artikel ini? Please link back artikel ini dengan sharing buttons di atas. Thank you.

Lebih baru Lebih lama