Tragedi Gerbong Maut Bondowoso: Sejarah Kelam Perkeretaapian Masa Agresi Militer Belanda




Tragedi Gerbong Maut Bondowoso merupakan kisah pilu sejarah Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini menewaskan para pejuang kemerdekaan Indonesia. 

Kejadiannya tidak lain adalah saat Belanda gencar dan terus melakukan penangkapan besar-besaran terhadap tentara Indonesia, laskar rakyat, hingga tokoh gerakan bawah tanah pasca-Perjanjian Renville 17 Januari 1948.

Harus diingat, dalam perjanjian tersebut disepakati Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia. Oleh karena itu TNI harus ditarik mundur dari wilayah kantong Belanda yang meliputi Jawa Barat dan Jawa Timur. 


Konsekuensinya adalah pada tanggal 8 Desember 1947 Batalion IX mulai hijrah dari Bondowoso ke Blitar dan Kediri (Jawa Timur).
Tanpa mempertimbangkan apakah yang bersangkutan berperan atau tidak dalam kegiatan perjuangan, Belanda terus melakukan penangkapan. Sehingga dalam waktu singkat penjara Bondowoso tidak mampu lagi menampung tahanan yang pada waktu itu mencapai kurang lebih 637 orang. 

Oleh karenanya, Belanda bermaksud memindahkan tahanan yang termasuk “pelanggaran berat” dari penjara Bondowoso ke penjara Surabaya. Untuk mengangkut para tahanan tersebut digunakan sarana kereta api. Di sinilah latar belakang munculnya tragedi gerbong maut Bondowoso.

























Setiap tahap pengangkutan memuat sebanyak 100 orang tahanan. Pemindahan pertama dan kedua berjalan dengan baik karena gerbong yang mengangkut tahanan diberi ventilasi seluas 10-15 cm. 

Namun saat pemindahan tahap ketiga, gerbong tertutup sangat rapat dan selama perjalanan rakyat tidak boleh mendekati gerbong. Akibatnya, semua tahanan dalam gerbong menderita kelaparan dan kehausan. 

Pemindahan tahap ketiga inilah yang dikenal dengan sebutan ‘Gerbong Maut Bondowoso’. 

Setelah mendapat perintah langsung dari Komandan J Van den Dorpe, Kepala Penjara mengumpulkan semua tahanan yang telah tercatat namanya. Pada Sabtu, 23 November 1947, jam 04.00 WIB, tahanan yang tercatat dibangunkan secara kasar lalu dikumpulkan di depan penjara. 

Rincian tahanan adalah sebagai berikut: rakyat desa (20 orang), kelaskaran rakyat dan gerakan bawah tanah (30 Orang), anggota TRI (30 orang), dan tahanan rakyat serta Polisi (20 orang). 

Pada jam 05.30 WIB tahanan tiba di Stasiun Kereta Api Bondowoso. Sebanyak 32 orang masuk gerbong pertama yang bernomor GR 5769; 30 orang ke gerbong kedua yang bernomor GR 4416, sisanya berebutan masuk ke gerbong yang terakhir bernomor GR 10152 karena panjang dan masih baru. 

Pada jam 07.00 WIB kereta dari Situbondo datang. maka, saat itu juga gerbong digandeng. Setelah gerbong dikunci, keadaan menjadi gelap gulita dan udara terasa panas walaupun masih pagi. Jam 07.30 WIB kereta bergerak menuju Surabaya. tepat di Stasiun Taman, mulai terjadi peristiwa memilukan yaitu gerbong maut Bondowoso. Kiai Samsuri 50 Tahun, membanting-bantingkan tubuhnya sambil berteriak kepanasan.

Jangankan diisi 30 Orang, 10 orang saja sudah terbayang panasnya. gedoran-gedoran para tahanan sudah tidak digubris bahkan dijawab dengan bentakan pedas, “Di sini tidak ada makanan dan air minum, yang ada cuma peluru”.

Baca Artikel : Begini Kinclongnya Stasiun Bondowoso yang Bersejarah

Ketika tiba di Stasiun Kalisat, gerbong tahanan harus menunggu kereta dari Banyuwangi. Selama dua jam para tahanan berada dalam terik matahari. Akhirnya pada jam 10.30 WIB kereta baru berangkat dari Jember ke Probolinggo. 

Setelah meninggalkan Jember di siang hari, suasana gerbong bagaikan di dalam neraka karena atap dan dinding gerbong terbuat dari plat baja. Banyak terjadi peristiwa di luar batas kemanusiaan, misalnya guna mempertahankan hidup dari kehausan sebagian para tahanan terpaksa meminum air kencing tahanan yang lainnya.

Mendekati Stasiun Jatiroto, hujan cukup deras dimanfaatkan para tahanan yang masih hidup untuk meneguk tetes demi tetes air dengan menjilat tetesan air yang berasal dari lubang-lubang kecil. Tidak demikian halnya dengan gerbong ketiga GR10152. karena masih baru, para tahanan tidak mendapatkan tetesan air sedikitpun. Ketika sampai di Surabaya, dalam gerbong ketiga (GR10152) tidak ada satupun yang hidup.


Setelah menempuh perjalanan selama 16 jam, Gerbong Maut sampai di Stasiun Wonokromo. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB. Setelah didata, di gerbong I No. GR 5769 sebanyak 5 sakit keras, 27 orang sehat tapi kondisi lemas lunglai, Gerbong II No. GR.4416 sebanyak 8 orang meninggal, 6 orang sehat, dan di Gerbong III No. GR. 10152 seluruh tawanan sebanyak 38 orang meninggal semua. 

Para tahanan yang sehat dipaksa mengangkut temannya yang sudah meninggal. Semua jenazah diletakkan secara sejajar. Setelah dievakuasi, lalu diangkut ke truk yang telah disediakan. Jenazah harus diangkut dengan sangat hati-hati sebab kalau tidak maka daging jenazah akan mengelupas akibat kepanasan. 


Berikut ini daftar penumpang yang ikut dalam gerbong maut Bondowoso: 1. Mohammad Alwi, 2. Soewandono, 3. Soeparto, 4. Rasmin, 5. Rasimin, 6. Sidik, 7. Ismail alias P Wir, 8. Satamin alias Brotojoyo, 9. P. Sami alias Dulhakar, 10. Abdulrachman, 11. P. Tayib alias Adam, 12. Ali, 13. Parto, 14. Soewardi, 15. P. Singgih, 16. Pasik, 17. P. Tima alias Duramaan, 18. Sadang Radikin, 19. Hasan Assagaf, 20. Sahar alias S. Abdoer, 21. Endin 22. Astrodiredjo, 23. P. Arjono, 24. Misradin, 25. Abd. Maksar, 26. Arnimo, 27. Niman, 28. R. Koesmar alias Nyotoprawiro, 29. Soekawi, 30. P. Yahya alias Matra’is, 31. Tallip, 32. P. Mochdar alias Saleh, 33. Koestidjo, 34. Oewi, 35. Asmawi, 36. Pangemanan alias Longkang Hendrik, 37. Soeharto, 38. P. Kamar alias Sahri, 39. Arijadi, 40. Wiroto, 41. Moegiman alias Hadiwarsito, 42. Sajidiman, 43. Sali alias Suryopranowo, 44. Wirjopranoto alias Safiuddin, 45. Sahawi alias P. Noorsid, 46. Awi, 47. P. Rose alias Mistar, 48. Soeparjomo alias Dirjoatmojo, 49. Soetedjo, 50. Asboen alias Samak, 51. Sidin, 52. Roemin, 53. Akmi alias Sariman, 54. P. Hun alias Sarman, 55. P. Aris alias Abdulgafar, 56. P. Soesman alias Soeri, 57. P. Beng ‘alias Soebahar, 58. Sihat alias P. Supar, 59. P. Hari alias Sahwi, 

(Lanjutan korban gerbong maut Bondowoso) 60. P. Soewoto alias Sishadi, 61. Asmono alias Durachman, 62. P. Soewoto alias Sishadi, 63. P. Soerakmo alias Djatim, 64. P. Soewarti alias Djono, 65. Koes alias Durachim alias Mai, 66. P. Pakmina alias Djami, 67. P. Soeadri alias Mojo, 68. P. Satomo alias Dulkali, 69. P. Marjani ali, 70. P. Rais alias Sahi, 71. H. Anwar alias Ali, 72. P. Murtami alias Maria, 73. P. Mistam alias sarbudin, 74. P. Achamad alias Ramidin, 75. P. Ti alias Misnadin, 7 76. Anwani alias Yahya, 77. Salim 78. Gadang Tawar, 79. P. Soenandar alias Soedarmo, 80. Reksowono alias, P. Dahnan, 81. Dai 82. H. Syamsuri, 83. Soedarjo, 84. Koeswari, 85. Dullah, 86. Abduljaman, 87. Tajib, 88. Masdar, 89. P. Soewari alias Asim, 90. P. Soetijo, 91. P. Soedjino, 92. P. Soewari alias Soemarto, 93. P. Roe alias Moenawar, 94. P. Pasmon alias Tahir, 95. Soewardi, 96. Sa’id, 97. Moesappa, 98. Moestapa, 99. Basir (25, petani) 100. Slamet Karsono. 

Sebagai catatan, hingga saat ini gerbong maut Bondowoso yang asli masih tersimpan baik di Museum Brawijaya, Malang. Gerbong tersebut sudah saya tampilkan diatas dengan dicat berwarna berwarna hitam, abu-abu, dan putih.
Penjelasan soal Stasiun Bondowoso dan Tragedi Gerbong Mau/Dok: KAI


Wiji Nurhayat

Wiji Nurhayat - Blogger yang menyukai perkembangan perkeretaapian di Indonesia, maniak trading & investasi, serta badminton lover.

1 Komentar

Thanks for reading! Suka dengan artikel ini? Please link back artikel ini dengan sharing buttons di atas. Thank you.

Lebih baru Lebih lama