Mengenal Sejarah Stasiun Solo Jebres



Stasiun Solo Jebres adalah sebuah stasiun yang terletak di sebelah timur dari Jalan Urip Sumoharjo. Stasiun ini terletak pada ketinggian +97 m ini berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi VI Yogyakarta.

Dari mulai dibangun hingga masih berfungsi saat ini, Stasiun Solo Jebres memliki sejarah yang cukup panjang. Dimulai hadirnya jalur kereta api yang melintas Kota Solo tidak terlepas dari eksistensi politik pada waktu itu. Sebagai kota kerajaan (Kraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran), pemerintah Hindia Belanda merasa perlu melancarkan diplomasi dengan kerajaan yang ada di Kota Solo. Beberapa tahun kemudian, kepentingan diplomasi ini berubah menjadi kepentingan untuk angkutan manusia yang kemudian juga dimanfaatkan untuk mengangkut komoditas perkebunan seperti tembakau, gula, kopi dan lain-lain. 

Pada tahun 1847, di Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta) terdapat 47 perkebunan. Lima di antaranya adalah pabrik gula milik Gubernemen (pemerintah), satu perkebunan tembakau, serta lima perkebunan kopi. Praja Mangkunegaran memiliki industri gula, yaitu Pabrik Gula Colomadu dan Tasikmadu, sedangkan Kasunanan Surakarta memiliki industri gula di Pabrik Gula Gondang Winangoen serta komoditas tembakau vorstenlanden untuk bahan baku cerutu dari Klaten.

Lukisan stasiun tahun 1988, Sumber: BukuSpoorwegstationOpJava_DeJong_1993

Komoditas-komoditas tersebut merupakan komoditas yang sangat laku dan dibutuhkan di dunia pada masanya terutama untuk kebutuhan pasar Eropa sehingga tidak salah kemudian dibutuhkan alat transportasi yang mampu mengangkut dalam jumlah besar, yaitu kereta api.

Stasiun Solo Jebres diresmikan pada tahun 1884 tepatnya pada tanggal 24 Mei 1884 di atas lahan milik Kraton Kasunanan Surakarta. Peresmian bersamaan dengan pembukaan jalur kereta api Solo Jebres-Surabaya Kota. Sementara itu, pengerjaan dilakukan oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staats Spoorwegen (SS). Dulu stasiun ini dikenal sebagai Stasiun Soerakarta, tetapi stasiun ini kemudian lebih dikenal dengan nama 'Solo Kraton' dengan kode stasiun SK.

Selain digunakan untuk transportasi penumpang dan mengangkut komoditas perkebunan, Stasiun Solo Jebres ini dahulu pernah digunakan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat hendak bertemu dengan Sri Susuhunan PakoeBoewono X (PB X). Tidak hanya itu, stasiun ini digunakan untuk keluarga raja Keraton Surakarta untuk bepergian ke Batavia dan Surabaya dengan menggunakan kereta api. Lebih jauh lagi, Stasiun Solo Jebres kerap digunakan oleh Raja Keraton Mangkunegara sejak awal diresmikan. Bahkan Stasiun Solo Jebres menjadi semacam 'stasiun resmi' Keraton Mangkunegara. Di tempat ini juga terdapat kereta khusus raja dan gerbong jenazah yang tersimpan rapi di kompleks termasuk ruang tunggu khusus raja yang terdapat di salah satu bagian Stasiun Jebres.

Ruang Tunggu Raja di Stasiun Jebres Lukisan stasiun, Sumber: BukuSpoorwegstationOpJava_DeJong_1993

Tercatat, Stasiun Jebres pernah mengalami pemugaran dengan maksud untuk diperbesar pada tahun 1906. Akan tetapi ornamen bangunan tetap dipertahankan seperti aslinya pada saat diresmikan tahun 1884. Pada perkembangannya, stasiun ini tidak pernah lagi mengalami pemugaran besar-besaran.

Stasiun Jebres ini terbilang megah dengan gaya arsitektur Indische Empire. Bangunannya berbentuk persegi panjang simetris dengan dua jendela melengkung di atas dua pintu utama menuju ke hall stasiun dengan fasad yang memiliki detail dan banyak dipengaruhi aliran Neo-Klasik (budaya Yunani Kuno sebelum abad pertengahan). Interiornya begitu indah dengan hadirnya pilar-pilar bergaya Corynthian Yunani maupun jeruji besi pada jendelanya yang bergaya Art Nouveau ala Belgia.

Peron di Stasiun Jebres tahun 1988, Lukisan stasiun, Sumber: BukuSpoorwegstationOpJava_DeJong_1993

Tujuan sebenarnya pembangunan Stasiun Jebres oleh pemerintah Hindia Belanda yaitu untuk membantu pengangkutan barang berupa komoditas hasil tanaman industri seperti gula dan tembakau yang menjadi andalan wilayah Karesidenan Surakarta. Komoditas perkebunan tersebut kemudian dikirim dari Jebres menuju Pelabuhan Cilacap untuk dikirim ke Eropa. Pada perkembangannya, setelah Kroya-Cirebon tersambung pada tahun 1917, pengiriman dialihkan langsung menuju Pelabuhan Tanjung Priok di Batavia. 

Saat ini Stasiun Solo Jebres tidak lagi istimewa seperti pada masa kolonial. Tidak seperti Stasiun Solo Balapan yang digunakan sebagai stasiun pemberangkatan kereta api unggulan (eksekutif dan bisnis), saat ini Stasiun Solo Jebres 'turun kasta' yaitu hanya melayani kereta api lokal dan sebagian kereta api ekonomi jarak jauh.
Wiji Nurhayat

Wiji Nurhayat - Blogger yang menyukai perkembangan perkeretaapian di Indonesia, maniak trading & investasi, serta badminton lover.

Posting Komentar

Thanks for reading! Suka dengan artikel ini? Please link back artikel ini dengan sharing buttons di atas. Thank you.

Lebih baru Lebih lama