Kisah Di Balik Adanya Kereta Rel Listrik Pertama di Indonesia

                                               


Kereta api pada kurun waktu 1870-an hingga 1920 dijalankan dengan lokomotif uap. Bahan bakarnya sebagian besar berupa batu bara yang didatangkan dari Ombilin di Sumatera Barat dengan kapal laut. Urusan penyediaan batu bara ini ternyata merupakan suatu titik lemah bagi masa depan kereta api. Dalam keadaan perang, musuh dengan leluasa dapat memotong jalur pelayaran kapal pengangkut batu bara. Hal ini akan mengakibatkan terhentinya suplai bahan bakar kereta api dan melumpuhkan sebagian besar sistem transportasi.

Kemudian, perang dunia pertama memberikan pengalaman cukup pahit kepada usaha perkeretaapian. Akibat perang, harga batu bara meningkat sampai tiga atau empat kali lipat dan bertahan hingga bertahun-tahun. Beberapa penjelasan yang telah diungkap itu, mendorong diadakannya usaha untuk segera mengelektrifikasi jaringan jaringan jalan rel, terutama yang ada di Pulau Jawa. Dengan elektrifikasi jalan rel, negara tidak akan lagi terlalu bergantung kepada batu bara.

Rencana pemerintah kolonial Belanda untuk mengelektrifikasi jalur Jawa di bawah Staatsspoorwegen (SS) sudah dibicarakan jauh-jauh hari. Alasannya adalah faktor kesuksesan elektrifikasi kereta api yang berada di daratan Eropa dan Amerika Utara. Lalu elektrifikasi mendapatkan hasil yang baik di Belanda yaitu Provinsi Rotterdam dekat dengan Gravenhage tahun 1910, yang dipelopori oleh ir. van Stipriaan Luiscius. Atas inisiatif dari pemerintah Belanda, akhirnya Staatsspoorwegen memutuskan ir. Damme untuk mengadakan studi tentang jalur elektrifikasi di negara Inggris, Prancis dan lain-lain. Kebijakan tersebut memberikan manfaat kepada Staatsspoorwegen, karena dengan penyelidikan tempat tersebut oleh ir. Damme, diperoleh laporan bahwa jalur elektrifikasi di Jawa sangat mungkin untuk dilakukan.



                        Satu rangkaian kereta rel listrik sedang parkir di Stasiun Tandjoeng Prioek/dokumentasi kitlv

Sayangnya rencana untuk mengelektrifikasi jalur Jawa dengan segera terhambat oleh masalah perizinan. Menurut para teknik kereta api yang berdinas pada tahun 1910 menyatakan bahwa pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan kereta uap harus tetap dipertahankan. Sangat sulit memang jika Staatsspoorwegen harus mengelektrifikasi jalur Jawa terlebih lagi terjadi silang pendapat seperti ada yang ingin mempertahankan kereta uap dan ada yang ingin agar kereta uap diganti dengan kereta lain yang cepat sampai tujuan pemberhentian.

Di dalam perkembangannya, persaingan dengan tram listrik membuat kereta uap mulai tersingkirkan dan pengguna 'khusus' yaitu golongan atas menuntut sebuah kenyamanan tanpa gangguan asap dan suara keras yang dihasilkan oleh kereta uap. Pertentangan demi pertentangan muncul di berbagai kalangan pada saat itu. Pertentangan lainnya muncul mengenai biaya dengan pelaksanaan elektrifikasi yang menjadi berita hangat pada kurun waktu 1911.

Akhirnya dengan pertimbangan yang matang, Staatsspoorwegen dan pemerintah Belanda mendirikan Badan Keuangan Elektrifikasi Kereta Api Hindia (Indische Finance de Electrificatie van de Spoorwegen) tahun 1911. Namun rencana elektrifikasi ditunda sampai waktu yang belum ditentukan. Penelitian lanjutan kembali dilakukan oleh pihak Staatsspoorwegen dengan mengirimkan berbagai teknisi untuk melakukan penelitian kembali di daerah Chicago sampai Milwaukee. Ternyata Staatsspoorwegen memperoleh laporan yang sangat mendukung bahwa elektrifikasi jalur kereta api di daerah pegunungan sangat mungkin untuk dilakukan. Apalagi diketahui bahwa pembangunan tiang pancang listrik di daerah pegunungan bisa juga dilakukan. Kemudian hasil lainnya adalah elektrifikasi akan membuat daerah terpencil diuntungkan terutama dalam segi ekonomi.


                         Lukisan tentang perjalanan kereta rel listrik yang melintas jalur Batavia/dokumentasi kitlv

Perang Dunia I meluluhlantahkan dunia pada saat itu dan hal ini berpengaruh pada Pulau Jawa yang dikolonialisasi oleh Belanda. Harga batubara mulai tinggi dengan koefisien harga antara 3 sampai 4 kali lipat. Harga tersebut bertahan sangat lama dan sulit untuk turun. Selain itu menjelang proyek elektrifikasi dimulai, Staatsspoorwegen mengalami sebuah masalah dalam mencari tenaga kerja (arbeidsmoeilijkheden). Tenaga kerja sulit dicari kerena banyak penduduk yang tidak mau bekerja sebagai kuli dan mereka lebih mengidolakan profesi sebagai penambang batubara. Menarik untuk dibahas, karena terdapat batubara yang tidak habis-habis untuk dieksploitasi, salah satunya yang diberi nama batubara putih. Harga batubara putih pun cukup mahal untuk dijual sehingga sangat menguntungkan dalam segi ekonomi.

Tetapi perubahan itu harus dilaksanakan, kereta tidak boleh bergantung akan batubara karena batubara akan habis dan keberlajutan energi pun akan tidak ada. Elektrifikasi kereta api merupakan kemajuan yang harus hadir di tanah jajahan dan listrik sebagai sumber bahan bakar yang murah dan ekonomis. Rencana untuk elektrifikasi mulai dicetuskan tahun 1915 dan mulai dikerjakan untuk membuat dan membuka pusat pembangkit air tenaga listrik (waterkracht-bureau). Untuk itu diutus seorang tokoh bernama ir. P.A Roelofsen yang memberikan banyak konsep dan prinsip apa yang telah ia temukan mengenai pembangkit listrik tenaga air dan dikerjakan oleh para pekerja. Sejak saat itu elektrifikasi yang dicetuskan oleh Staatsspoorwegen di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan pusat pembangkit listrik (waterkrachtcentrales).

Pertimbangan demi pertimbangan kembali berdatangan, Staatsspoorwegen harus kembali menegaskan, apakah benar elektrifikasi di Jawa akan menguntungkan atau merugikan? Menguntungkan atau merugikan menjadi jaminan Staatsspoorwegen untuk terus membangun proyek elektrifikasi. Kedua hal tersebut menjadi pertimbangan bagi terciptanya sebuah proyek yang dinamakan elektrifikasi kereta api. Menurut para ahli Belanda saat itu, elektrifikasi memberikan rasa nyaman bagi penumpang dan memberikan dampak positif pada aspek ekonomi.


                              Lokomotif listrik ESS3201 yang beroperasi tanggal 6 April 1925/dokumentasi kitlv


Dalam laporan-Roelofsen tahun 1916 hingga tahun 1917, sepenuhnya rencana elektrifikasi kereta api akan menghubungkan Batavia secara keseluruhan (Batavia complex) dengan jalur Buitenzorg. Dan bila memungkinkan akan diteruskan proyek elektrifikasi hingga jalur Sukabumi.Menurut rencana, elektrifikasi juga akan dilaksanakan pada jalur yang menuju Tjikampek. Berjalan bersama dengan elektrifikasi di daerah Batavia, pengerjaan pembangunan bangunan (gebouwd) pembangkit air tenaga listrik berupa transmisi tegangan listrik juga terus diselesaikan sampai ke Tandjoeng Prioek.

Rencana elektrifikasi ini sangat masuk akal dan menguntungkan dalam aspek ekonomi, sampai semua kebijakan yang berhubungan dengan elektrifikasi harus berurusan dengan pemerintah Belanda. Berita hangat ini didengar di dalam negeri hingga sampai keluar negeri sebagai perubahan menjadikan tempat jajahan pemerintah Hindia Belanda ke arah yang lebih baik. Berita tersebut juga sampai ke Menteri Parlemen di Belanda. Tahun 1918 kebijakan elektrifikasi ini berhasil direstui oleh sidang Parlemen di Belanda, tetapi proyek belum dijalankan. Pada tahun 1919, Staatsspoorwegen mulai menggarap pembangkit listrik tenaga air kemudian di tahun 1920, pembangunan bendungan air dicicil dan ini menjadi sebuah kemajuan yang dilakukan oleh Staatsspoorwegen dengan para pekerjanya.

Pada akhir tahun 1920, Staatsspoorwegen menunjuk seorang insinyur yaitu Dr. ir. G. de Gelder dari Belanda untuk mempersiapkan dan memimpin serta mengepalai proyek elektrifikasi. Tahun 1921, semua peralatan dan perlengkapan telah disediakan dan siap untuk dimulai proyek pengerjaan elektrifikasi. Pembangkit listrik tenaga air Oebroeg (Oebroeg-rsp) dengan pusat Kratjak (Kratjak-centrale), dibangkitkan dari sungai Tjitjatih dan Tjianten. Aliran listrik membangkitkan arus bolak balik (draaistroom) 70.000 volt dan aliran ini disalurkan melalui stasiun bawah (onderstasiun) Staatsspoorwegen menuju ke Buitenzorg, Depok, Meester Cornelis dan Antcol. Tahun 1921, perencanaan telah dimulai dan dilaksanakan. Pelaksanaannya dari mulai elektrifikasi jalur dan membangun pembangkit tenaga listrik air secara bertahap. 

                                     ESS 3201 sedang menarik gerbong penumpang/dokumentasi kitlv

Namun ketika pembangunan sedang berlangsung, terjadi peristiwa malaise atau krisis ekonomi yang menimpa Eropa. Hal ini membuat pemerintah pusat Parlemen Belanda tidak bisa menyediakan modal yang cukup besar. Pemerintah akhirnya mengumumkan mengeluarkan sebuah kebijakan bahwa pembangunan akan tetap dilanjutkan tetapi bertahap. Pembangunan jalur elektrifikasi dan pembangkit tenaga listrik terkena dampak dari malaise. Bangunan Kratjak-centrale berhenti pada waktu tertentu dan elektrifikasi kereta api hanya bisa menghubungkan lingkar Batavia, kemudian jalur Meester Cornelis-Pasar Senen-Prioek (melewati stasiun Tandjoeng Prioek, Antcol, Kemajoran, Pasar Senen, Meester Cornelis), Prioek-Batavia (melewati stasiun Tandjoeng Prioek, Antcol, Kp. Bandan, dan Batavia), Batavia-Pasar Senen, dan Batavia-Weltevreden-Manggarai-Meester Cornelis (melewati stasiun Batavia, Sawah Besar, Noordwijk, Weltevreden, Salemba, Kramat, Pegangsaan, Manggarai, dan Meester Cornelis). 

Elektrifikasi jalur menuju Buitenzorg tetap diteruskan pembangunannya pada saat itu dengan perlahan-lahan saat dikerjakan. Tahun 1923-1924, perkembangan pembangunan elektrifikasi sudah  mulai terlihat menuju fase pembangunan tingkat akhir. Pada bulan Januari 1925 akhirnya proyek elektrifikasi kereta api selesai. Sebuah kereta api listrik siap datang pada jalur Meester Cornelis-Tandjoeng Prioek pada jalur elektrifikasi tunggal (engkelspoor) sepenjang 67,7 KM. Kemudian dilanjutkan dengan menghubungkan semua jalur elektrifikasi lingkar Batavia sepanjang 120 Km hingga Buitenzorg (Melewati stasiun Meester Cornelis, Manggarai, Pasar Minggu, Lenteng Agung, Pondok Cina, Depok,  Citayam, Bojong Gedeh, Tjilebut dan Buitenzorg). Lalu lintas dalam kota Batavia sudah semakin lengkap dengan adanya kereta listrik, sebelumnya Batavia juga sudah ada tram listrik. 

 Di simpang lalu lintas, pagi-pagi buta para kuli sudah mulai kembali bekerja untuk menyempurnakan jalur Batavia-Buitenzorg dan baru pulang sore hari. Staatsspoorwegen menunjuk jalur Stasiun Batavia menuju Weltevreden guna menghubungkan Batavia–Buitenzorg. Akhirnya untuk lintas Batavia–Buitenzorg berhasil diselesaikan pada tanggal 1 Mei 1930.


                                           
                                                ESS 3201 sedang menarik gerbong penumpang/dokumentasi kitlv


                                                    

Wiji Nurhayat

Wiji Nurhayat - Blogger yang menyukai perkembangan perkeretaapian di Indonesia, maniak trading & investasi, serta badminton lover.

Posting Komentar

Thanks for reading! Suka dengan artikel ini? Please link back artikel ini dengan sharing buttons di atas. Thank you.

Lebih baru Lebih lama